Pertumbuhan koperasi di Indonesia
dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan
koperasi yang bergerak dibidang simpanpinjam. Untuk memodali koperasi simpan-
pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga
menggunakan kas mesjid yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal
tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada
posisi yang sebenarnya. Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut
oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas.
Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi
simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam
untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti ia
mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria
Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam yang dapat berkembang
ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari
zakat.
Written by GADIS SURYALITA on
October 19, 2009 – 8:24 pm
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpanpinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya. Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :
Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal; dan di samping itu diperlukan biaya meterai f 50.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat (SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.
Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ) berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
*memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan
*dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya
*memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpanpinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya. Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :
Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal; dan di samping itu diperlukan biaya meterai f 50.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat (SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.
Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ) berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
*memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan
*dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya
*memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan
*penerangan tentang organisasi
perusahaan
*menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia
*menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia
Kondisi
Koperasi di Indonesia Setelah Merdeka :
Keinginan dan semangat untuk
berkoperasi yang hancur akibat politik pada masa kolonial belanda dan
dilanjutkan oleh sistem kumini pada zaman penjajahan Jepang, lambat
laun setelah Indonesia merdeka kembali menghangat. Apalagi dengan adanya
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, pada pasal 33 yang menetapkan
koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, maka kedudukan hukum
koperasi di Indonesia benar-benar menjadi lebih mantap. Dan sejak saat itu
Moh.Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia lebih intensif mempertebal
kesadaran untuk berkoperasi bagi bangsa Indonesia, serta memberikan banyak
bimbingan dan motivasi kepada gerakan koperasi agar meningkatkan cara usaha dan
cara kerja, atas jasa-jasa beliau lah maka Moh.Hatta diangkat sebagai Bapak
Koperasi Indonesia.
Beberapa kejadian penting yang
mempengaruhi perkembangan koperasi di Indonesia :
ü Pada tanggal 12 Juli 1947,
dibentuk SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia) dalam Kongres
Koperasi Indonesia I di Tasikmalaya, sekaligus ditetapkannya sebagai Hari
Koperasi Indonesia.
ü Pada tahun 1960 dengan
Inpres no.2, koperasi ditugaskan sebagai badan penggerak yang menyalurkan bahan
pokok bagi rakyat. Dengan inpres no.3, pendidikan koperasi di Indonesia
ditingkatkan baik secara resmi di sekolah-sekolah, maupun dengan cara informal
melalui siaran media masa,dll yang dapat memberikan informasi serta menumbuhkan
semangat berkoperasi bagi rakyat.
ü Lalu pada tahun 1961,
dibentuk Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia (KOKSI).
ü Pada tanggal 2-10 Agustus
1965, diadakan (Musyawarah Nasional Koperasi) MUNASKOP II yang mengesahkan
Undang-Undang koperasi no.14 tahun 1965 di Jakarta.
Koperasi
di Indonesia pada Zaman Orde Baru Hingga Sekarang :
Tampilan orde baru dalam memimpin
negeri ini membuka peluang dan cakrawala baru bagi pertumbuhan dan perkembangan
perkoperasian di Indonesia, dibawah kepemimpinan Jenderal Soeharto. Ketetapan
MPRS no.XXIII membebaskan gerakan koperasi dalam berkiprah.
Berikut beberapa kejadian
perkembangan koperasi di Indonesia pada zaman orde baru hingga sekarang :
- Pada tanggal 18 Desember 1967, Presiden Soeharto mensahkan Undang-Undang koperasi no.12 tahun 1967 sebagai pengganti Undang-Undang no.14 tahun 1965.
- Pada tahun 1969, disahkan Badan Hukum terhadap badan kesatuan Gerakan Koperasi Indonesia (GERKOPIN).
- Lalu pada tanggal 9 Februari 1970, dibubarkannya GERKOPIN dan sebagai penggantinya dibentuk Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN).
- Dan pada tanggal 21 Oktober 1992, disahkan Undang-Undang no.25 tahun 1992 tentang perkoperasian, undang-undang ini merupakan landasan yang kokoh bagi koperasi Indonesia di masa yang akan datang.
- Masuk tahun 2000an hingga sekarang perkembangan koperasi di Indonesia cenderung jalan di tempat.
Potret
Koperasi di Indonesia :
Sampai dengan bulan November 2001,
jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih,
dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika
dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan
sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan
yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak
96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan
skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di ingat reformasi yang ditandai
dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan gairah masyarakat
untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui koperasi.
Secara historis pengembangan
koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat
program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama,
dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula
ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber
pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan
baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD. Meskipun KUD
harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun
sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian
terutama pangan (Anne Both, 1990), disamping sumbangan dalam melahirkan kader
wirausaha karena telah menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD
(Revolusi penggilingan kecil dan wirausahawan pribumi di desa).
Jika melihat posisi koperasi pada
hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki
tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh
koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset
koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program
pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari
populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar
perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari
KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah
cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi,
tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada
dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
Mengenai jumlah koperasi yang
meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh
sebagai tanggapan terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi
dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang
bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih
dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi
tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi
atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada
pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan
vertical maupun horizontal. Oleh karena itu jenjang pengorganisasian yang lebih
tinggi harus mendorong kembalinya pola spesialisasi koperasi. Di dunia masih
tetap mendasarkan tiga varian jenis koperasi yaitu konsumen, produsen dan
kredit serta akhir-akhir ini berkembang jasa lainnya.
Struktur organisasi koperasi
Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur
dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan
kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer.
Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan.
Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi
bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu
dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.
Kondisi
Koperasi di Indonesia Tahun 2011 :
Seperti yang dikatakan Menteri
Negara Koperasi dan UKM, Syarif Hasan, pada hari Selasa (12/7) yang saya
dapatkan infonya dari nasional.contan.co.id bahwa jumlah koperasi di
Indonesia meningkat 5,31% dibanding tahun lalu. Data Kementerian Koperasi dan
UKM menyebutkan sampai Juni 2011 total koperasi di Indonesia mencapai 186.907
unit. “Kita melihat perkembangan kinerja koperasi selama setahun ini cukup
mengembirakan,” terang Menteri Negara Koperasi dan UKM tersebut.
Dari 186.907 unit koperasi itu,
memiliki 30.472 anggota dengan volume usaha sebesar Rp 97.276 triliun serta
modal sendiri mencapai Rp 30,10 triliun. Dibandingkan dengan Desember 2008
angka pertumbuhan koperasi mencapai 20,6%. Kementerian Negara Koperasi dan UKM
berharap, pertumbuhan koperasi yang tinggi akan berkontribusi terhadap
perekonomian negara. Terutama dalam dalam penyerapan tenaga kerja dan
pembayaran retribusi termasuk pajak unit-unit usaha koperasi.
Pertumbuhan jumlah koperasi ini
seiring dengan realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 19 bank yang per 30
Juni 2011 ini juga mengalami peningkatan. Sejak diluncurkan 2007 lalu sampai 30
Juni 2011 realisasi penyaluran KUR sudah mencapai Rp 49,9 triliun untuk
4,804.100 debitur. Adapun target penyaluran KUR tahun 2011 sebesar Rp 20
triliun kepada 991,542 debitur. (Evaruth.wordpress.com)